NSI.com, JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengingatkan kepada masyarakat, agar tidak terpengaruh dan terjebak dalam politik adu domba. Hal ini mengingat Indonesia akan memasuki tahun politik yakni, pemilihan umum (Pemilu) 2024. “Di tahun politik akan ada kontestasi, kubu-kubuan. Pesan saya, hindari yang namanya politik adu bomba. Karena kalau kita sampai masuk di dalamnya semua akan ribet, dan negara menjadi tidak stabil,” kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Kamis (10/10/2022).
Lebih lanjut Moeldoko menambahkan, bahwa Indonesia sangat membutuhkan stabilitas di segala bidang, mulai dari politik, ekonomi, sosial, hingga keamanan. Oleh karenanya, ia menekankan situasi harus bisa diciptakan demi meningkatkan investasi. Pemerintah, sambungnhya, telah bekerja keras untuk menaikkan nilai investasi baik dari dalam maupun luar negeri, agar pembangunan merata dan bisa membuka lapangan kerja. Di mana, saat ini angkatan kerja baru per tahun mencapai 2,5 juta orang.
Selain menjaga kondisi negara tetap stabil, kata Moeldoko, pemerintah melakukan harmonisasi 78 Undang-Undang melalui pendekatan Omnibus Law, untuk memberikan kepastian regulasi dan kemudahan berusaha. Selain itu, pemerintah juga terus membangun infrastruktur baik di darat, laut, dan udara, agar terjadi efisiensi biaya logistik. “Biaya logistik supply chain kita dua puluh lima persen lebih tinggi, dibandingkan negara di Asean,” bebernya.
Karennaya, Moeldoko mengajak seluruh masyarakat untuk bergandengan tangan dan bahu-membahu, membantu pemerintah dalam peningkatan investasi di Indonesia. Terlebih, saat ini Indonesia menghadapi tantangan global yang tak mudah. “Jangan gontok-gontokan. Kita harus solid. Apalagi sekarang kita sedang menghadapi tantangan global yang tidak mudah,” tutur Moeldoko.
Seperti diberitakan sebelumnya, Moeldoko sempat mengatakan bahwa potensi radikalisme akan meningkat pada tahun politik 2023-2024, sebagai akibat adanya politik identitas. “Situasi internal kita juga perlu aware, bahwa dinamika pada tahun politik dan potensi radikalisme akibat politik identitas, survei BNPT pada tahun 2020 potensi radikalisme 14 persen itu data dalam kondisi anomali saat pandemi,” kata Moeldoko saat jumpa pers di Kantor KSP, Jakarta, Kamis (20/10).
“Tahun politik pada 2023-2024 kedepan ada kecenderungan akan meningkat,” sambung Moeldoko seraya menambahkan, adanya radikalisme di tahun politik mesti menjadi kesadaran bersama. Pemerintah juga tidak sembarangan melabeli seseorang adalah radikal. Sebab, Badan Nasional Indonesia Terorisme (BNPT) sudah punya kajian untuk menyatakan seseorang radikal atau tidak.
“Ini sebenarnya sebuah situasi untuk membangun awarness tentang radikalisme, jadi ini perlu kita announce agar kita semua memiliki awarness, itu intinya lebih kesana, berikutnya stigma tentang radikalisme itu, apakah buatan menurut versi pemerintah, apakah kenyataannya tidak seperti itu,” ucap Moeldoko seraya menyarankan, untuk bertanya langsung kepada BNPT karena mereka memiliki standar, seseorang itu dinyatakan masuk kelompok ini dan itu pasti ada standarnya, gak mungkin asal-asalan.
Sumber : Liputan6.com | Editor : Redaksi NSI