NSI.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) siapkan anggaran untuk boyong self-regulatory organization (SRO) pasar modal ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Hal tersebut ditegaskan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Inarno Djajadim, pada Kamis (29/12), seraya menambahkan, meski pihaknya belum mengantongi detail rencana, namun ia memastikan perpindahan SRO pasar modal ke IKN akan tetap dilaksanakan.
“Kita sudah anggarkan dari OJK untuk persiapan ke IKN. Kita siap dukung arahan pemerintah. Tapi seberapa besarnya, kita masih kaji lebih lanjut. Tapi kita sudah siapkan,” kata dia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis. Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, pernah mengemukakan rencana OJK untuk hijrah ke IKN. Kepindahan OJK ke IKN Nusantara merujuk pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang OJK.
Dalam beleid tersebut, diterangkan OJK berkedudukan di Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Jadi ini harus dilakukan. Artinya, kalau tidak dilakukan ada undang-undang yang dilanggar,” jelas Mahendra. Bersamaan dengan itu, sambung Mahendra, pihaknya mengajak sejumlah stakeholder pasar modal, termasuk Bursa Efek Indonesia (BEI), Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) untuk ikut pindah ke IKN Nusantara.
Bukan tanpa sebab, kata Mahendra, di IKN Nusantara nantinya akan disediakan kawasan khusus untuk sektor keuangan yang luasnya tak main-main. “Kalau nanti Bursa, KSEI, KPEI dan para anggota semua mau kesana, saya bisa ikut antarkan. Di sana akan disediakan dedicated financial center, luasnya 2,5 kali BSD,” bebernya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar juga mengapresiasi upaya Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mampu menumbuhkan inklusi keuangan di pasar modal. Namun sayangnya, dalam hasil survei yang dilakukan OJK baru-baru ini, tingkat literasi di pasar modal belum berjalan searah dengan pertumbuhan investor maupun inklusi keuangan. Sehingga Ini jadi pekerjaan rumah (PR) seluruh pemangku kepentingan di pasar modal utamanya.
“Di satu sisi hasil survei menunjukkan bahwa dari tingkat inklusi masyarakat yang disurvei terhadap produk dan secara keseluruhan bursa pasar modal itu meningkat. Itu good news. Tapi sayang, literasinya tidak naik. Artinya masyarakat kita tidak mengerti walaupun mungkin melakukan investasi,” kata Mahendra dalam CEO Networking 2022.
Dari survei tersebut, indeks literasi keuangan di pasar modal turun tipis, tetapi indeks inklusi keuangan di pasar modal meningkat pada 2022. Tingkat literasi keuangan berdasarkan sektor jasa keuangan di pasar modal pada 2022 mencapai 4,11 persen pada 2022. Tingkat literasi keuangan di pasar modal turun tipis dari periode 2019 di posisi 4,97 persen dan 2016 di posisi 4,40 persen.
Sementara itu, tingkat inklusi keuangan di pasar modal naik pada 2022 menjadi 5,19 persen dari periode 2019 sebesar 1,55 persen. Bahkan pada 2016, tingkat inklusi keuangan di pasar modal baru 1,3 persen. “RNTH dan market cap naik, tapi apakah yang bersangkutan ngerti atau tidak, belum tentu. Dan menurut survei, mereka tidak ngerti. Itu harus kita perbaiki dan harus kita dekati bersama. Jadi ini bukan hanya tentang 10 juta SID, tapi juga tentang kualitasnya. Jadi ayo kita buat program khusus untuk peningkatan literasi inklusi keuangan dan seluruh kita mendukungnya,” ujar Mahendra.
Sebelumnya, jumlah investor pasar modal Indonesia masih melanjutkan pertumbuhan yang menggembirakan. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat investor di pasar modal Indonesia telah tembus 10 juta investor. Berdasarkan data KSEI pada 3 November 2022, jumlah investor pasar modal mengacu pada Single Investor Identification (SID) telah mencapai 10.000.628. Jumlah tersebut didominasi oleh investor lokal, dengan komposisi jumlah investor lokal sebesar 99,78 persen.
“Selain menandakan bahwa investor lokal semakin percaya dan sadar pentingnya investasi pasar modal, dominasi investor lokal diharapkan dapat memberikan ketahanan bagi pasar modal Indonesia, apabila diterpa isu global,” kata Direktur Utama KSEI Uriep Budhi Prasetyo dalam keterangan resmi, yang disampaikannya belum lama ini.
Jumlah investor pasar modal telah meningkat 33,53 persen dari 7.489.337 di akhir tahun 2021 menjadi 10.000.628 pada 3 November 2022. Tren peningkatan tersebut telah terlihat sejak 2019 ketika investor masih berjumlah 2.484.354. Implementasi simplifikasi pembukaan rekening efek, memberikan dampak cukup besar bagi peningkatan jumlah investor pasar modal terlebih di masa pandemi COVID-19. “Hal itu terlihat dari peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2020-2021, dengan pertumbuhan lebih dari 100 persen. Peningkatan jumlah investor sejak 2019 hingga 2021 merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia,” imbuh Uriep.
Industri reksa dana sebagai penyumbang jumlah investor terbesar di pasar modal, memperlihatkan tren peningkatan signifikan yaitu 36,04 persen menjadi 9,3 juta investor. Dari jumlah tersebut, sekitar 80 persen merupakan investor dari selling agent financial technology (fintech), yang 99,9 persennya merupakan investor individu lokal.
Investor retail juga mendominasi transaksi subscription dan redemption yang mencapai lebih dari 80 persen. Reksa dana pasar uang merupakan reksa dana dengan jumlah investor terbanyak yaitu sebesar 2,47 juta, diikuti oleh reksa dana pendapatan tetap dengan jumlah investor sebesar 934 ribu.
Sumber : Liputan6.com | Editor : Redaksi NSI