NSI.com, JAKARTA – Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda sisa tahapan Pemilu 2024 merupakan keputusan yang salah. “Saya sih mengatakan bahwa putusannya itu salah, itu saja. Pertama ini bukan kewenangan dari Pengadilan Negeri untuk memutus sengketa itu,” ujar Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (8/3).
Seharusnya, kata Yusril, PN Jakpus menerima eksepsi atau pengecualian yang dilayangkan KPU. Menurutnya, eksepsi tersebut bisa diterima dengan alasan PN Jakpus tidak berwenang untuk mengadili. “Kalaupun hakim menolak eksepsi dan ingin mengabulkan (gugatan Partai Prima), dikabulkan sebagian saja. Artinya putusan itu hanya berlaku bagi Partai Prima,” jelasnya
Lebih lanjut Yusril mengatakan, Partai Prima bisa mendapat opsi diperpanjang verifikasinya, agar tidak menunda Pemilu 2024 yang menyangkut partai lain. “Misalnya, diverifikasi satu tahun atau 6 bulan setelah itu Partai Prima dikasih nomor urut tersendiri, sebagai peserta pemilu kalau sekiranya dikabulkan, kalau tidak, ya selesai,” kata dia.
Akan tetapi, menurutnya, seharusnya PN Jakpus tak membuat putusan yang berdampak kepada partai lain yang sudah diverifikasi. “Yang lolos jadi tidak bisa ikut pemilu, kan, enggak bisa seperti itu. Itu kan jadinya kayak tukang bongkar rumah atau bangunan yang ngelamun juga,” ucapnya. “Disuruh bongkar rumah ini, malah rumah sebelah dibongkar juga sama dia. Kan, enggak bisa gitu,” imbuhnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Primadengan Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban, yang dibacakan pada pada Kamis (2/3) lalu, dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024.
Pengadilan menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). KPU diminta membayar ganti rugi materil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima. Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo menegaskan, putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrach., karena masih ada upaya hukum di pengadilan tinggi, mengingat KPU sebagai pihak tergugat menyatakan banding. KPU pun sudah menyatakan sikap akan mengajukan banding sebelum 16 Maret 2023.
Sementara itu, Juru Bicara Mahkamah Agung Suharto menegaskan, majelis hakim PN Jakarta Pusat tak bisa disalahkan soal putusan tersebut. Menurutnya, hakim memiliki independensi dalam membuat atau menjatuhkan putusan suatu perkara.
Sumber : CNN Indonesia | Editor : Redaksi NSI