NSI.com – DUA kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) yakni Kecamatan Samboja dan Samboja Barat masuk dalam kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, membuat Kukar bisa kehilangan pendapatan Dana Bagi Hasil (DBH) dari hasil sumber daya alamnya. Hal tersebut dikemukakan Wakil Bupati Kukar Rendi Solihin, pada Kamis (19/1). “Kita khawatir pendapatan dari dana bagi hasil atau DBH dari pusat untuk Kukar hilang,” katanya.
Dilatari kekhawatiran itulah yang mendorong Wakil Bupati Rendi Solihin bersama DPRD melakukan kunjungan kerja ke Kantor Kementerian ATR/BPN, pada Kamis, untuk berkonsultasi terkait kejelasan 2 wilayah pesisir dimaksud, yang tidak diakomodir dalam Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kukar 2021-2041.
Dengan keluaranya Kecamatan Samboja dan Samboja Barat dari RTRW Kukar, dikarenakan dua wilayah tersebut masuk IKN.”Kami melakukan konsultasi dengan Kementerian ATR/BPN. Apapun hasilnya, Kukar akan mengikuti instruksi dan arahan dari pemerintah pusat,” jelas Rendi seraya menambahkan, ada sejumlah kekhwatiran yang muncul dari wakil rakyat, terutama, anggota DPRD Dapil IV meliputi Samboja, , Muara Jawa dan Sangasanga.
Menurut Rendi, legislatif mengkhawatirkan nasib pembangunan di dua kecamatan tersebut pada 2023 apabila Raperda RTRW disahkan. Selain itu, kunjungannya ke Kementerian ATR/BPN juga menanyakan kejelasan, apakah RTRW berkaitan dengan dana bagi hasil, pembangunan, dan pengurusan masyarakat. “Ketika Kukar melepaskan diri dari desa yang masuk IKN, yang mengurus masyarakat itu Otorita IKN atau bagaimana? Itu yang menjadi pertanyaan kami,” kata Rendi.
Sebagaimana diberitakan, Kukar terancam kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp 800 miliar. Potensi itu dihitung dari hilangnya 34 desa atau kelurahan di 4 kecamatan di Kukar yang masuk dalam wilayah IKN Nusantara. Empat kecamatan tersebut yakni Samboja, Samboja Barat, Loa Kulu dan Loa Janan yang selama ini menyumbang sepertiga pendapatan dari dana bagi hasil bagi Kukar. Pendapatan DBH tersebut, salah satunya berasal dari keberadaan produksi minyak dan gas bumi di wilayah tersebut.
Rendi lebih lanjut menjelaskan, pendapatan DBH Kukar tahun ini sebenarnya mengalami kenaikan, sesuai dengan Peraturan Presiden No 98/2022. DBH Kukar naik disebabkan karena terjadi peningkatan produksi. Dan produksi yang tinggi berada di wilayah yang masuk menjadi bagian IKN. Namun, kata Rendi, jika Samboja dan Samboja Barat keluar dari RTRW Kukar tahun ini, maka DHB itu tidak bisa digunakan untuk pembangunan. “Beberapa hal ini yang kami perjelas dan tanyakan ke pemerintah pusat,” pungkasnya.
Sementara itu DPRD Kukar, diminta segera mengesahkan Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kukar, Ahmad Yani usai menghadap ke Kementerian ATR/BPN. Ia menjelaskan, saat ini status kedua kecamatan itu, masih berada di bawah kewenangan Pemkab Kukar. Meski pun secara pemetaan, dua wilayah di bagian pesisir itu tidak diperkenankan lagi masuk ke dalam RTRW Kukar.
Secara resminya, kedua kecamatan tersebut akan terlepas dari Kukar, setelah Peraturan Presiden tentang pemindahan ibu kota negara telah diterbitkan. “Setelah ada Perpres pemindahan, otomatis sudah lepas. Resminya ketika UU IKN sudah terbit, artinya wilayah itu pasti masuk di IKN, bukan lagi di Kukar, apalagi Kaltim,” kata Ahmad Yani, Kamis (19/1/2023).
Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menambahkan, dua kecamatan tersebut masih bisa mendapatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belaja Daerah ( APBD ) Kukar. Pasalnya masih dianggap sah sesuai peraturan Undang-Undang. Sehingga, pembangunan infrastrukturnya pun masih akan menggunakan anggaran daerah. “Selama belum ada Perpres perpindahan IKN secara resmi, itu masih bisa dibiayai dengan APBD Kukar,” pungkasnya.
Sumber : Tribun Kaltara | Editor : Redaksi NSI