NSI.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo atau Jokowi dikabarkan telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 73P tertanggal 9 Juli 2024, tentang pemberhentian dengan tidak hormat kepada Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari. Diterbitkannya Keppres ini, untuk menindaklanjuti putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), terkait pemberhentian tetap Hasyim Asy’ari, karena terbukti melanggar kode etik berat. “Presiden telah menandatangani Keppres Nomor 73P tanggal 9 Juli 2024, tentang pemberhentian dengan tidak hormat saudara Hasyim Asy’ari sebagai Anggota KPU masa jabatan tahun 2022-2027,” ujar Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana melalui pesan singkat kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 10 Juli 2024.
Sebagaimana diketahui, Hasyim Asy’ari mendapat sanksi pemberhentian tetap selaku Ketua KPU oleh DKPP berdasarkan keputusan pada Rabu, 3 Juli 2024. Hasyim terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat, akibat tindakan asusila kepada anggota Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) di Den Haag. DKPP memang berwenang menjatuhkan sanksi apabila terjadi pelanggaran. Kewenangan DKPP ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau UU Pemilu. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 159 ayat (2) huruf c dan d, DKPP berwenang memutus pelanggaran kode etik dan juga menjatuhkan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik. “DKPP berwenang: c. Memberikan sanksi kepada penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik; dan d. Memutus pelanggaran kode etik,” demikian bunyi sebagian Pasal 159 ayat (2).”
Sementara itu, berdasarkan Pasal 37 ayat (1) huruf a-b dalam UU Pemilu, ada tiga alasan anggota KPU, dalam hal ini juga pimpinan, dapat diberhentikan. Pertama, lantaran meninggal dunia, kedua berhalangan tetap, ketiga diberhentikan tidak dengan terhormat. Aturan ini merupakan perbaikan dari beleid sebelumnya dalam UU Nomor 15 Tahun 2011. “Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota berhenti antarwaktu karena: “a. meninggal dunia; b. berhalangan tetap sehingga tidak mampu melaksanakan tugas, dan kewajiban; atau c. diberhentikan dengan tidak hormat,” bunyi Pasal tersebut.”
Adapun DKPP dalam menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat harus mempertimbangkan satu, dari enam alasan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 37 ayat (2). Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila:
a. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten atau Kota;
b. Melanggar sumpah/janji jabatan dan/atau kode etik;
c. Tidak dapat melaksanakan tugas selama tiga (3) bulan secara berturut-turut tanpa alasan yang sah; d. Dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana pemilu dan tindak pidana lainnya;
e. Tidak menghadiri rapat pleno yang menjadi tugas dan kewajibannya selama tiga (3) kali berturut-turut tanpa alasan yang jelas; atau
f. Melakukan perbuatan yang terbukti menghambat KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten atau Kota dalam mengambil keputusan dan penetapan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Di sisi lain, meski DKPP berwenang memecat keanggotaan KPU, namun anggota yang dipecat tak langsung diberhentikan. Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2001, tentang Pembentukan KPU dalam Pasal 4 ayat 2, pengangkatan dan pemberhentian anggota KPU ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden. “Peresmian pengangkatan dan pemberhentian Ketua dan Wakil Ketua KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul KPU,” bunyi Pasal tersebut.
Sementara itu, menurut UU Pemilu dalam Pasal 37 ayat (3) secara rinci menyebut bahwa anggota KPU pusat diberhentikan oleh Presiden. Sedangkan anggota KPU Provinsi dan Kabupaten atau Kota, diberhentikan oleh KPU Pusat. Pemberhentian anggota yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan: “a. anggota KPU diberhentikan oleh presiden; b. anggota KPU Provinsi diberhentikan oleh kpu; dan c. Anggota KPU Kabupaten/Kota diberhentikan oleh KPU,” bunyi pasal dimaksud.
Sumber : Kompas.com | Editor : Redaksi NSI