Nusantara Satu Info
Nasional PEMILU

Mahfud : Jika Pemilu 2024 Ditunda, Bisa Terjadi Gangguan Terhadap Hukum

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (15/2/2023). Rapat membahas penjelasan DPR terhadap RUU Perubahan tentang Mahkamah Konstitusi (MK). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

NSI.com, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan di sela-sela kunjungan kerjanya ke Sulawesi Utara, bahwa jika Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ditunda, maka akan ada masalah dan terjadi gangguan hukum. “Oke pemilu ndak jadi, terus caranya ini gimana dong kalau harus ditunda, diubah UUD,” kata Mahfud Md di Manado, Sabtu (18/3) seraya mengungkapkan, mengubah Undang-Undang Dasar memakan biaya politik, biaya sosial, juga biaya uangnya itu akan jauh lebih mahal daripada menunda Pemilu 2024.

Seperti dilansir dari Antara, Mahfud MD meminta masyarakat untuk berpikir, jika tanggal 20 Oktober tahun 2024 masa jabatan Presiden Jokowi habis, karena menurut konstitusi pasal 7 disebut pemilu 5 tahun sekali, masa jabatan presiden 5 tahun. “Jadi tanggal 20 Oktober habis, terus karena ada keputusan Mahkamah Agung atau pengadilan ditunda pemilu, ya harus mengubah Undang-Undang Dasar, karena MPR atau DPR tidak bisa membuat undang-undang mengubah jadwal Pemilu,” ujar Mahfud Md sembari menegaskan, bahwa jadwal Pemilu tersebut adalah muatan konstitusi bukan muatan undang-undang, ujarnya.

“Jadwal teknis pemilu memang di undang-undang, tapi jadwal definitif periodik adalah muatan konstitusi tidak bisa diubah oleh undang-undang maupun oleh pengadilan, harus pembuat konstitusi,” tuturnya.

Pembuat konstitusi, sambung Mahfud, kalau asumsinya adalah partai politik yang ada di MPR atau MPR yang beranggotakan partai politik, tidak mungkin ada perubahan konstitusi, karena syarat mengubah konstitusi itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota MPR. “Nah kalau sekarang mau ada perubahan jadwal Pemilu, lalu MPR mau bersidang, yuk sidang, PDIP ndak mau hadir, Nasdem ndak mau hadir, ndak mau ditunda, Demokrat tidak mau, maka tidak kuorum, tidak sampai 2/3 yang hadir di sidang itu,” beber Mahfud.

Akibatnya, sidang MPR tidak sah dan keadaan akan menjadi kacau balau sejak tanggal 21 Oktober tahun 2024. “Karena itu mari kita memastikan pemilu tidak akan ditunda, meskipun ada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara, karena itu bukan kewenangan-nya,” ungkapnya. Lenjut dikatakan Mahfud MD, untuk membuat konstitusi baru, mengundang sidang MPR melakukan kesepakatan-kesempatan politik untuk membuat perubahan jadwal Pemilu, akan jauh lebih mahal biaya sosial politiknya dibandingkan dengan menunda pemilu. “Mahal sekali itu. Mari kita jaga ini kehidupan konstitusional kita,” ajaknya.

Kalaupun mungkin suatu saat akan ada perpanjangan jabatan, tapi jangan dikaitkan dengan situasi kekinian. “Itu untuk jangka panjang saja, nanti sesudah pemilu, lalu nanti dipikirkan kembali besok. Kalau suatu saat butuh perpanjangan gimana, nah itu baru dipikirkan,” ujarnya sembari mengatakan hal tersebut jangan dipikirkan, karena sekarang jadwal pemilu sudah ditetapkan, disepakati, tahapan sudah mulai.

Sumber : Liputan6.com | Editor : Redaksi NSI

Related posts