NSI.com, JAKARTA – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, saat ini masih menghitung seberapa besar nilai kerugian negara dalam perkara dugaan Korupsi pengadaan Base Transceiver Station (BTS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI. “Sampai saat ini untuk dugaan kerugian masih perhitungan dari teman-teman penyidik, sekitar Rp1 triliun dari jumlah Rp 10 triliun (nilai kontrak),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI, Ketut Sumedana, pada Rabu (16/11).
Lebih lanjut, Ketut menambahkan, dugaan nilai kerugian itu bisa terus bertambah dan bisa juga berkurang. Oleh karenanya, untuk memastikan seberapa besar nilai kerugian negaranya, maka penyidik melibatkan auditor dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Tapi ini (nilai kerugian) bisa berkembang, bisa bertambah dan juga berkurang, karena belum mendapat kerugian yang final dari teman-teman BPKP,” katanya.
Disebutkan Ketut, penyidikan atas kasus ini terus berjalan, pemeriksaan saksi-saksi terus dilakukan penyidik Jampidsus. Namun pemeriksaan itu belum pada tahap meminta klarifikasi, ataupun keterangan dari pihak Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo). “Belum sampai ke sana, tunggu saja nanti semuanya,” kata Ketut.
Seperti diketahui, pada Kamis (17/11) penyidik memeriksa 2 orang saksi dari Kominfo, yakni Kepala Biro Perencanaan Kominfo berinisial ASL, dan Kepala Divisi Hukum BAKTI (Wakil Ketua Pokja Pengadaan Penyedia). Sedangkan
pada Selasa (15/11) penyidik juga memeriksa 3 orang saksi, mereka adalah, Direktur Layanan Telekomunikasi dan Informasi Untuk Masyarakat dan Pemerintah berinisial DJ, Direktur Keuangan Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) inisial AD dan Karyawan Human Develompment Universitas Indonesia berinisial IKS. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” ungkap Ketut.
Diberitakan sebelumnya, pada Rabu (3/11) lalu Penyidik Gedung Bundar memutuskan, untuk meningkatkan status penanganan perkara dugaan rasuah proyek penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) di Kominfo ke tahap penyidikan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi menyebutkan, keputusan untuk meningkatkan kasus penanganan perkara ke tahap penyidikan, dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara dan memeriksa sekitar 60 orang saksi pada tahap penyelidikan. “Berdasarkan hasil ekspos tersebut ditetapkan, diputuskan telah terdapat alat bukti yang cukup untuk ditingkatkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi, dalam penyediaan infrastruktur BTS dan infrastruktur pendukung Paket 1,2,3,4 dan 5 BAKTI Kominfo tahun 2020 sampai dengan 2022,” beber Kuntadi.
Lebih lanjut Kuntadi mengatakan, penyidik juga telah melakukan kegiatan penggeledahan di 7 tempat yang diduga terkait dengan tindak pidana dimaksud, yakni kantor PT Fiberhome Technologies Indonesia, PT Aplikanusa Lintasarta, PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera, PT Sansasine Exindo, PT Moratelindo, PT Excelsia Mitraniaga Mandiri, dan PT ZTE Indonesia.
“Hasil penggeledahan telah ditemukan dokumen-dokumen penting terkait dengan penanganan perkara tersebut dan sedang kami pelajari, dan kami dalami,” ujar Kuntadi.
Ia menyebutkan, 5 paket proyek yang ditangani Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo itu berada di wilayah 3T, yakni terluar, tertinggal dan terpencil, seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera dan NTT. “Untuk wilayahnya meliputi wilayah Indonesia terluar, tertinggal, pokoknya ter ter ter terpencil. Di Papua ada, Sulawesi, Kalimantan ada, di Sumatra, di NTT ada. Kemudian BTS itu ada sekian ribu titik,” kata Kuntadi.
Berdasarkan hasil penelusuran, proyek tersebut diinisiasi sejak akhir 2020 terbagi atas 2 tahap, dengan target menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T hingga 2023. Tahap pertama BTS berdiri ditargetkan di 4.200 lokasi rampung di tahun 2022 dan sisanya diselesaikan tahun 2023.
Sumber : Tempo.co | Editor : Redaksi NSI