NSI.com, JAKARTA – Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), Hadar Nafis Gumay mendesak, agar proses pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pemilu, dilakukan secara transparan. Oleh karenanya, pemerintah, DPR dan para penyelenggara pemilu harus bersepakat bahwa Perppu sangat diperlukan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sebagai imbas dari pembentukan beberapa provinsi baru di Papua.
Perppu ini harus mengatur soal daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi pada Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, serta Papua Barat Daya yang menunggu waktu untuk disahkan, atau belum diatur dalam Lampiran UU Pemilu yang lama. “Untuk melakukan pelaksanannya nanti, dari alokasi kursi dan penataan dapil, mereka harus lakukan dengan proses terbuka dan partisipatif. Kalau tidak kan ini hanya di kamarnya DPR,” kata Hadar ketika dihubungi, Rabu (9/11/2022).
Perppu setelah diundangkan oleh pemerintah, harus diajukan ke parlemen untuk menetapkannya sebagai undang-undang dan dilaksanakan lewat mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang-undang. DPR hanya dapat menerima atau menolak Perppu.
Terkait hal ini, Hadar khawatir, pembahasan yang tertutup dan sepihak soal dapil dan alokasi kursi bakal membonsai aspirasi penduduk. Sebab, utak-atik dapil dan alokasi kursi tidak bisa dilepaskan dari konsekuensi politik, yang memungkinkan mana salah satu desain menguntungkan kubu politik tertentu, dan desain yang lain bisa menguntungkan kubu lainnya.
UU Pemilu mengatur, dapil dan alokasi kursi untuk DPR RI serta DPRD provinsi akan ditetapkan lewat lampiran UU Pemilu dan ditentukan pembuat undang-undang. KPU RI sebagai penyelenggara pemilu hanya berwenang, berdasarkan UU yang sama, untuk menetapkan dapil dan alokasi kursi di tingkat kota/kabupaten. “Bagaimana dengan partai-partai baru, aspirasi masyarakat yamg merasa ‘kalau dapilnya begini merugikan suku kami, merugikan masyarakat kami yang potensinya terpilih partai tertentu’? Hal-hal seperti itu kan tidak ada (pembahasan), tahu-tahu sudah masuk dalam Lampiran saja,” kata Hadar.
“Idealnya memang dikembalikan tugas ini (penataan dapil dan alokasi kursi) ke lembaga mandiri yaitu KPU, tapi kan ini sudah jadi aturan di undang-undang. Teruskan saja mereka (pembuat undang-undang) yang bekerja, tapi lakukan dengan proses yang akuntabel, transparan, partisipatif, deliberatif,” harap Hadar
Sumber : Kompas.com | Editor : Redaksi NSI