SLEMAN – Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) yogyakarta, menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menetapkan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari 4 tahun menjadi 5 tahun, masuk ke ranah legal policy yang sebenarnya, itu menjadi kewenangan pembentuk undang-undang. Hal tersebut dikemukakan Direktur PSHK FH UII Dian Kus Pratiwi, bahwa dalam putusannya, MK kurang memperhatikan implikasi dari putusan 112/PUU-XX/2022, yang secara komprehensif berkaitan dengan perubahan masa jabatan pimpinan KPK.
Adapun sejumlah implikasi dimaksud antara lain, pengaruhnya terhadap independensi KPK, sebagai lembaga negara independen yang mempunyai fungsi untuk pemberantasan korupsi; pengaruh terhadap lembaga negara independen lainnya, yang mempunyai masa jabatan pimpinan yang sama; serta implikasi terhadap positive legislature. “Pada hal ini, MK dinilai terlalu jauh masuk ke ranah legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, dalam menentukan masa jabatan pimpinan lembaga negara independen,” kata Dian dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).