NSI.com, JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI asal fraksi PAN, Guspardi Gaus ikut memberikan tanggapan perihal rencana Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan memajukan jadwal Pilkada Serentak, semula dijadwalkan pada 27 November dimajukan 3 bulan menjadi September 2024.
Menurut Guspardi, wacana memajukan Pilkada justru mendatangkan konsekuensi baru yang lebih berat.
“Jika pemungutan suara Pilkada maju ke September 2024 tentu mempunyai konsekuensi dengan bertumpuknya beban kerja yang lebih berat dalam persiapan, penghitungan, rakapitulasi suara, dan penyelesaian perselisihan hasil Pemilu Legislatif dan Presiden, ini kan penuh risiko kalau Pilkada dimajukan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (30/8) kemarin.
Apalagi, imbuh Guspardi, pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 sudah diatur dalam Pasal 201 Ayat (8) Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016, tentang perubahan kedua atas UU No.1 tahun 2005, tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor.1 tahun 2004, tenatang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang.
Dalam klausal itu disebutkan bahwa pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia(NKRI) dilaksanakan pada bulan November 2024. “Menggeser jadwal Pilkada tentu harus pula dengan merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” terangnya.
Guspardi lanjut menegaskan, bahwa Komisi II DPR bersama Pemerintah dan penyelenggara Pemilu 2024 telah menyetujui pelaksanaan Pilpres dan Pileg dilaksanakan pada 14 Februari 2024, sedangkan perhelatan Pilkada Serentak pada 27 November 2024.
Oleh karenanya, Guspardi kembali mengingatkan KPU agar fokus dan konsentrasi dalam menjalankan tahapan-tahapan pemilu yang sudah ada. Khususnya, tahapan yang membutuhkan perhatian dan energi penuh daripada mewacanakan memajukan jadwal Pilkada Serentak. “Saat ini belum ada alasan yang sangat urgent untuk memajukan Pilkada serentak 2024,” tegasnya.
Sebelumnya, ketua KPU Hasyim Asyhari pernah mengusulkan agar Pilkada serentak digelar September 2024. Padahal, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 101 dijelaskan bahwa pemungutan suara dijadwalkan pada November 2022.
Terpisah, ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja mengatakan bahwa usulan itu sah-sah saja dilakukan, namun harus diperhitungkan juga terhadap beban kerja dari penyelenggara itu sendiri.
“(Jika September) Beban penyelenggara akan semakin bertumpuk,” katanya seraya menjelaskan, jika waktu pencoblosan Pilkada Serentak 2024 dimajukan, maka tahapan awal Pilkada akan terbentur dengan tahapan akhir Pemilu Serentak 2024. “Irisan tahapan kemungkinan sangat ketat, sehingga banyak kesulitan, apalagi sampai September,” kata Bagja.
Bagja lanjut menjelaskan, salah satu tahapan yang terpengaruh adalah pencalonan, 3 bulan sebelum hari pemungutan suara Pilkada 2024 sudah harus dilakukan. Jika dihitung 3 bulan sebelumnya, maka pencalonan akan dilakukan pada Mei 2024.
“Mungkin sekitar bulan Mei masih sengketa (Pemilu) dari MK. Belum ada PSU lagi, nanti sudah kampanye, pencalonan. Sengketa pencalonan kepala daerah itu banyak,” bebernya.
Kendati demikian, Bagja akan mengkaji lebih lanjut jika isu ini benar-benar akan dibahas oleh penyelenggara Pemilu bersama DPR dan Pemerintah. “Kami menunggu hasil nanti saja antara Komisi II pemerintah dan KPU,” pungkasnya.