Nusantara Satu Info
HUKUM KRIMINAL

Bareskrim Tetapkan Ismail Bolong dan 2 Rekannya Sebagai Tersangka

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah saat menyampaikan perkembangan terbaru sidang kode etik penanganan kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Gedung Divisi Humas, Mabes Polri, Jakarta Selatan, 7 September 2022 [Tempo/Eka Yudha Saputra]

NSI.com, JAKARTA –  Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri,  menetapkan Ismail Bolong bersama 2 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus tambang illegal di Kalimantan Timur. Dengan demikian, Bareskrim Polri telah resmi menetapkan 3 orang sebagai tersangka. “Ketiga tersangka, yaitu BP selaku penambang batu bara tanpa izin, RP sebagai kuasa direktur PT EMP, dan IB selaku Komisaris PT Energindo Mitra Pratama (EMP),” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (8/12).

Kasus ini, sambung Nurul, berdasarkan laporan polisi nomor LP: A/0099/II/2022/SPJR Dittipiter Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022, terkait dengan dugaan penambangan ilegal yang sudah berlangsung sejak awal November 2021, lokasinya berada di terminal khusus PT Makaramma Timur Energi yang terletak di Kalimantan Timur. “Lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara ini hasil penambangan ilegal, yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB,” kata Nurul.

Menurut Nurul, tersangka Budi alias BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin. Sedangkan Rinto alias RP bertugas sebagai direktur PT Energindo Mitra Pratama. “BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. RP sebagai kuasa direktur PT EMP berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP,” kata Nurul.

Sedangka Ismail Bolong, sambung Nurul berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain. “Dan menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan,” bebernya.

Ismail Bolong saat diwawancarai TribunKaltim.co di acara Musyawarah Provinsi (Musprov) Pertina Kaltim, di Hotel Aston Samarinda, Sabtu (14/11/2021) malam (kanan).(TribunKaltim.co/Muhammad Riduan)

Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka dijerat dengan Pasal 158 dan 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang pertambangan mineral dan batu bara, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Penyidik juga menjerat para tersangka dengan Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan. “Rencana tindak lanjut sampai dengan saat ini penyidik masih melengkapi berkas perkara untuk kepentingan penuntutan dan peradilan,” tandas Nurul.

Dalam perkara ini, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa 36 dumtruck, 3 unit telepon genggam berikut SIM card, 3 buah buku tabungan dan tumpukan batu bara hasil penambangan ilegal di terminal khusus dan di lokasi TKP2B PT SB serta 2 buah eksavator dan 2 bundle rekening koran.

Sebelumnya, Ismail Bolong (IB) ditetapkan sebagai tersangka Rabu, 7 Desember 2022 setelah menjalani pemeriksaan selama 13 jam di Bareskrim Polri. Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing saat ditemui di Bareskrim Polri, usai pemeriksaan, mengakui kliennya adalah pemilik tambang sejak masih aktif menjadi anggota Polri. “Iya (IB) salah satu pemilik tambang, waktu aktif menjadi polisi, penyidik menemukan diduga ada tindak pidana (tanpa izin),” kata Johannes.

Awalnya, nama Ismail Bolong viral setelah muncul video pengakuannya soal beking tambang ilegal di Kalimantan Timur.  Mantan anggota Polri berpangkat Ajun Inspektur Satu itu, menyebutkan dirinya menjalankan bisnis batu bara tanpa konsesi izin. Yang membuat heboh, ia mengaku telah menyetor uang ke pejabat Bareskrim sebesar Rp 6 miliar dalam 3 tahap pada 2021.

Namun pernyataan yang dilontarkan sebelumnya itu, kemudian ia klarifikasi.  Menurut Ismail, itu adalah video lama, tanpa menyebut detail kapan video itu dibuat dan video tersebut dibuat, sebenarnya serangan dari perwira tinggi Polri ke perwira tinggi lainnya. “Ini persaingan jenderal. Nanti saya bicara, nanti kita bertemu,” kata Ismail pada Sabtu (5/11/2022).

Tak lama kemudian, Ismail Bolong menjelaskan kronologi perekaman video yang beredar viral. “Jadi begini, pada saat itu saya dipaksa testimoni, saya tidak bisa. Saya dibawa ke hotel, kemudian saya disodorin teks. Itu tengah malam. Betu-betul dipaksa. Dia (seorang perwira tinggi-red.) dalam keadaan mabuk,” kata Ismail Bolong kepada Tempo.

Sebelum dibawa ke hotel, Ismail Bolong sebelumnya dibawa ke Polda Kaltim oleh pejabat Paminal saat itu. Kemudian, dibawa hotel dan diminta untuk membacakan teks dan direkam menggunakan handphone. Kejadiannya, sekitar Februari 2022 lalu.

Sumber :Tempo.co | Editor : Redaksi NSI

Related posts