NSI.com, JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengusulkan penerapan sistem Pemilu Campuran, guna mengakhiri perdebatan soal pemilu menggunakan proporsional terbuka atau tertutup. “Agar tidak hanya berkutat pada sistem terbuka dan tertutup, saya menawarkan jalan tengah menggunakan campuran terbuka dan tertutup, sebagaimana dilakukan di Jerman,” kata Bamsoet saat menghadiri peresmian Graha Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 di Jakarta, Minggu (19/2) yang juga dihadiri Erick Thohir, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto dan Sekretaris Jenderal PENA 98 sekaligus Anggota DPR RI Adian Napitupulu.
Bamsoet mengatakan, kedua sistem tersebut masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Pada sistem proporsional terbuka misalnya, sisi positifnya caleg harus bekerja keras memenangkan hati rakyat, sehingga bisa mendorong kedekatan caleg dengan rakyat. Di sisi lain, sistem ini membuka banyak peluang politik uang yang berakhir pada moral hazard, bahwa hanya mereka yang memiliki modal besar yang bisa bersaing. Sedangkan caleg berkualitas yang tidak memiliki modal, sangat mudah tersingkirkan.
Begitupun dalam sistem proporsional tertutup. Sisi positifnya, partai politik memiliki kewenangan menentukan caleg, sehingga caleg berkualitas dan kader yang telah berdarah-darah membesarkan partai dengan modal yang minimal tetap bisa masuk ke Parlemen. Sisi negatifnya, kedekatan caleg dengan rakyat bisa tidak menjadi kuat, karena caleg terkesan lebih “takut” terhadap partai daripada kepada rakyat.
“Campuran sistem terbuka dan tertutup ini, pernah dibahas saat saya menjabat Ketua DPR RI pada periode 2018-2019. Jika bisa dielaborasi lebih jauh melibatkan para aktivis, para akademisi serta para negarawan lainnya, siapa tahu sistem campuran terbuka dan tertutup ini bisa menjadi solusi dalam mewujudkan Pemilu demokratis yang tetap menguatkan fungsi partai politik sekaligus tetap membuat caleg dekat dengan rakyat,” ujarnya.
Dalam peresmian Graha PENA 98 tersebut Bamsoet, memuji kriteria calon presiden yang disampaikan PENA 98, antara lain, mampu menjaga Pancasila, berpedoman pada UUD 1945, setia pada NKRI, menghormati keberagaman, dan merawat kebhinekaan, tidak punya rekam jejak terlibat dalam penggunaan politik identitas, serta berkomitmen melanjutkan kesinambungan program pembangunan Presiden Joko Widodo.
“Kriteria lainnya, tidak pernah terlibat kasus korupsi, melanjutkan program Kerja Presiden Joko Widodo, berkomitmen memperjuangkan agenda reformasi, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan mewujudkan reformasi agraria serta berkomitmen melakukan upaya-upaya memperkuat ekonomi kerakyatan yang berkeadilan serta berpihak kepada rakyat,” jelas Bamsoet.
Kemudian untuk memastikan presiden selanjutnya, tetap meneruskan pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo, sekaligus memastikan kesinambungan antara pembangunan pemerintahan pusat dan daerah, MPR RI saat ini sudah memasuki tahap akhir berupa pembentukan Panitia Ad Hoc, untuk menyiapkan rancangan keputusan MPR RI terhadap substansi dan bentuk hukum Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), sebagai road map pembangunan jangka panjang bangsa.
Tujuannya adalah untuk memastikan berbagai proyek pembangunan, seperti IKN Nusantara, tetap dijalankan dari satu periode pemerintahan ke periode pemerintahan penggantinya. “Sehingga siapapun yang terpilih menjadi presiden menggantikan Presiden Joko Widodo pasca Pemilu 2024, tetap memiliki tanggungjawab melanjutkan pembangunan IKN Nusantara. Dengan demikian para duta besar, diplomat, dan investor yang seringkali mempertanyakan kepastian pembangunan IKN Nusantara, tidak perlu ragu dalam berinvestasi di pembangunan IKN Nusantara. Karena dengan diatur dalam PPHN, sebagai program pembangunan jangka panjang hingga 20 sampai 30 tahun ke depan, pembangunan IKN Nusantara dipastikan tidak akan mangkrak atau berhenti hanya pada pemerintahan Presiden Joko Widodo saja,” jelas Bamsoet.
Sumber : AntaraNews.com | Editor : Redaksi NSI